Tuesday, February 27, 2007

Saat Peserta Pameran Mejeng



Stand Medcom Cipta Kreasi



Semar dari Suara Merdeka..



Nonton iklan televisi di Petakumpet...

Enjoy The Music, Dab!



Nggak cuma Pameran ama Seminar, musikpun hadir.. bikin meriah dan garang Galeria!



Juga pentas unik persembahan Medcom, enjoy semuaaaa...

Saturday, February 24, 2007

Sukses Buat Adex


Open Today


Pada pukul 14.00 WIB, Adex 2007 dibuka hari ini oleh Wakil Walikota Yogyakarta Bp. Haryadi Suyuthi didampingi oleh Ketua PPPI Pengda DIY Bp. Eri Kuncoro. Dihadiri oleh seluruh peserta pameran dan ribuan pengunjung, pameran yang diikuti oleh 16 stand ini berlangsung meriah dan penuh sesak.
Pada pagi harinya, di Novotel telah digelar Seminar Nasional tentang Strategi Branding Dalam Membangun Merk menghadirkan Bp. Daniel Surya dan Bp. Anggoro Eko Cahyo, dimoderatori oleh Muhammad Kurniawan dari Srengenge.
Adex akan berlangsung sampai 28 Februari dengan, jam 10.00 - 21.00 WIB di Galeria Mall lantai dasar dan Lower Ground. Selain dilengkapi pameran iklan dan galeri iklan sukses, selama 5 hari para peserta juga mengadakan aktivitas di stand-nya masing-masing dalam bentuk konsultasi promosi gratis, diskon layanan dan program-program promo unggulan.

Friday, February 23, 2007

Ready to Open



Malam ini para peserta sedang siap-siapin stand-nya masing.. Nunggu Expo dibuka besoknya.. Meriahkah? Mmmm.. tunggu besok yaa, he he he...

Adhy Trisnanto, Penulis Buku Cerdas Beriklan


Salah satu Pembicara Seminar Senin besok (26 februari 2007 di Novotel) adalah pakar pemasaran dan promosi senior yang telah menulis buku berjudul Cerdas Beriklan yang diterbitkan oleh Galang Press, Yogyakarta. Berikut salah satu resensi dari buku terbarunya:

TINGKAT kesejahteraan suatu negara bisa diukur dari tingkat belanja iklannya (Anwar M. 2005).

JIKA jalan-jalan ke kota, sudah pasti kita akan melihat berbagai macam iklan yang dipajang di pinggir kiri kanan jalan. Tentu saja yang diiklankan adalah barang-barang domestik, seperti sabun mandi, motor, mobil, elektronik, tentang kecantikan, dan lain-lain. Selain itu, juga iklan yang menawarkan jasa, seperti cuci mobil, sedot WC, bengkel, tempat servis, buat stempel, dan lain-lain.

Tetapi, dari berbagai macam iklan yang dipajang, tidak semuanya dapat memuaskan orang yang memandangnya, bahkan ada sebagian orang tidak suka melihat iklan itu. Padahal, awalnya iklan itu dipajang tiada lain bermaksud untuk mengajak publik yang kebetulan memandang iklan tersebut tertarik dengan apa yang diiklankannya, yang pada gilirannya mengajak mereka mendatangi pusat iklan tersebut. Tetapi persoalannya, kenapa ada iklan yang dapat menarik perhatian orang sehingga orang ingin mengunjungi dan ingin memiliki apa yang di iklankan tersebut? Dan, kenapa juga ada iklan yang tidak disukai oleh orang, bahkan lebih jauh dari saking bencinya ia ingin merobek dan membakar iklan tersebut? Kenapa harus demikian? Kenapa harus ada iklan dan kenapa ada orang yang menampilkan iklan?

Buku Cerdas Beriklan yang ditulis Adhy Trisnanto, mungkin salah satu yang bisa menjawab persoalan tentang periklanan. Penulis memberikan tips-tips menarik tentang periklanan dan ia memberikan solusi agar iklan kita dapat menarik dan tepat sasaran. Tulisan yang berada dalam buku ini sebenarnya kumpulan tulisan Adhy Trisnanto di rubrik rutin "Jendela Pariwara" di harian Suara Merdeka. Kini tulisan tersebut dihimpun menjadi sebuah buku.

Dalam dunia periklanan menurut penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya, bagaimanakah bentuk iklan yang baik. Gambar yang pas untuk ditampilkan atau dijadikan iklan, bagaimana cara meletakkan iklan yang sesuai dengan tempatnya. Di manakah tempat yang strategis untuk memasang iklan. Siapa sajakah tujuan iklan itu. Untuk siapa iklan itu. Seberapa besarkah pengaruh iklan dan berapa lama iklan itu akan dipajang. Seluruh persoalan lain dalam dunia periklanan harus dipikirkan.

Sudah menjadi pertimbangan dalam dunia perliklanan, apa yang sekiranya dapat membuat iklan yang ditampilkan itu berpengaruh besar terhadap objek iklan itu sendiri. Iklan merupakan sebuah bentuk komunikasi pemasaran. Tanpa ada komunikasi dalam dunia pemasaran, akan sulit bagi pedagang meraup hasil yang banyak. Bagaimanapun, keberhasilan seseorang dalam berbisnis atau berdagang bisa dilihat dari sejauh mana tingkat dan keberhasilan membangun komunikasi tersebut. Sudah jelas jika seseorang tidak mau berkomunikasi, ia akan ketinggalan dan jauh dari teman.

Buku yang ditulis dengan bahasa yang santai tapi serius ini, akan mengantarkan para pebisnis atau para pedagang ke ambang kesuksesan, yaitu melalui jalan iklan. Sedangkan bagi praktisi maupun pemerhati periklanan, seperti yang dikatakan Jaya Suprana dalam pengantarnya, buku yang menjelajahi dunia periklanan di Indonesia ini merupakan narasumber yang sangat berharga.

(Masykur Arief Rachman, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Tuesday, February 20, 2007

Bersama Bossnya Dagadu Jogja



Pembicara Seminar Adex tanggal 26 Februari 2007, Ahmad Noor Arif adalah Direktur Dagadu Jogja yang bermarkas di Jl. Pakuningratan. Tentu banyak yang bisa kita pelajari dari sosok yang bergelut di dunia kreativitas lewat karya desain di t-shirt dan pernak perniknya. Berikut profil yang kami kutip dari kabare.jogja.com :

“Halo, selamat hari Senin… .” Suara itulah yang akan kita dengar ketika menghubungi nomor Dagadu Djokdja. Sapaan khas itu pula yang antara lain membuat mereka bisa bertahan di tengah kepungan produk fashion luar.

Awal tahun 1990-an sejumlah anak muda yang masih berstatus mahasiswa risau dan gelisah dengan pengembaraan karya kreatifnya selama ini. Proses karya kreatifnya cenderung belum bisa mendapatkan tempat di masyarakat. Apalagi mereka menginginkan satu tempat di mana karya-karya tersebut diakui oleh banyak orang dan bermanfaat.

Lalu angin segar datang ketika ada “bocoran” dari Pak Wondo Amiseno tentang akan dibangunnya mal (waktu itu menjadi satu-satunya di Jogja) yang tidak sekadar untuk konter-konter toko, tetapi juga berkonsep pedagang kaki lima. Sedikit bocoran tadi menggoda sekaligus menjawab kerisauan anak-anak muda tadi. Mereka lalu bersepakat menjadikan karya-karya mereka bagian dari konsep mal tersebut.
Soal kaos oblong yang dipilih, sesungguhnya sejak awal tidak dimaksudkan seperti itu. Hanya saja, kaos menjadi salah satu dari produk khas cinderamata mereka. “Karena kami sudah terbiasa dengan produk-produk pariwisata, salah satunya kaos dan pernik-pernik lainnya,” tutur Ahmad Noor Arif, Direktur PT. Aseli Dagadu Djokdja. Uniknya, nama dagadu malah belum pernah muncul sampai mereka punya wadah di mal tersebut.

Langkah yang ditempuh mereka bisa jadi cepat dan membawa fenomena baru berupa bisnis yang revolutif. “Padahal waktu itu, kami yang sebagian besar mahasiswa teknik arsitektur kurang begitu paham dengan jalur bisnis, he..he..he.. ,” tukasnya.
Namun tekad mereka yang ingin membuat sesuatu yang bermakna khas bagi kotanya lebih kuat dibanding mengurusi teknis bisnis. Kini, nahkoda perusahaan yang produksinya penuh gurauan ini dikendalikan dari kantor pusatnya di kawasan Jalan Pakuningratan. Meski produknya mengundang senyum dan mengajak bercanda, anak-anak Dagadu ternyata mengembangkan usahanya dengan serius.

Waktu yang kemudian mengasah mereka harus mempunyai sistem manajemen yang baik untuk perkembangan perusahaan selanjutnya. Kurun waktu 1994 sampai awal tahun 2000 merupakan masa keemasan Dagadu. Setidaknya, tahun-tahun tersebut menjadi era perusahaan berlogo mata terbelalak itu. “Secara hitung-hitungan eksak memang belum pernah kami lakukan. Tapi di tahun itu, kami benar-benar mengalami kenaikan yang signifikan untuk jumlah kaos yang terjual,” kata pria bertubuh gempal ini.Lalu bagaimana dengan yang sekarang terjadi ketika bisnis serupa sudah mulai marak, sementara nama Dagadu telah berkibar sampai menjadi ikon kota Jogja?

“Yang kami lakukan adalah dengan lebih membuat profesional, efektif, dan efisien kerja kita,” katanya. Bagaimanapun juga, tambahnya, Dagadu selama ini telah menjadi sandaran hidup bagi puluhan karyawan dan kebanggaan Kota Budaya. Resep yang kini ditempuh yaitu dengan mengefektifkan bagian-bagian promosi dan pemasaran. Sementara itu, desain menjadi bagian utama yang harus diberi ruang gerak untuk memberikan dukungan terhadap proses kreatif.

“Bagaimanapun, desainer menjadi komponen penting untuk membuka warna baru Dagadu,” tambahnya.
Tulisan dikutip dari www.kabare.jogja.com